Berikut kutipan kisah silam Jawadwipa yang terkandung dalam karya Pujangga dan Prasasti:
Bait 1
Di Tenggara benua Asia, dalam kelompok kepulauan Nusantara Jawadwipa terletak anggun dan perkasa merekah gagah, pancarkan seni budaya pahlawan masa dan ksatria budi luhur Pantai Utaranya terima deburan ombak laut Jawa Selat Sunda memisahkannya dan bumi Swarnadwipa di sebelah Barat di sebelah Timur berbaris memanjang Kepulauan Nusa Tenggara dan ombak laut Selatan,
Samudra Indonesia, ramaikan Jawadwipa
Tegak menjulang barisan pegunungan di bagian tengah pulau Gunung-gunung Gede,
Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng, Bromo, Kelud dan Semeru
menjangkau awan putih, sinarkan wahyu semangat Dari sana mata air alirkan
sungai-sungai Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas. Hidupkan
lembah-lembah hijau Jawadwipa.
Di kala mentari pagi beranjangsana ke atas dunia Tampak air kali coklat berbuih mengalir tenang, suburkan petak-petak sawah kuning padi merunduk melambai tertiup angin hijau segar nampak hutan-hutannya. Tatkala gelap malam naungi bumi Jawadwipasinar perak rembulan memancar di atasnya lalu terdengar seruan jangkrik mendesing bertingkahan dengan paduan suara katak nan riuh rendah Sungguh indah sang putri Nusantara, Jawadwipa Dan amatlah tua sejarahnya.
Bait 2
Ratusan ribu tahun yang silam manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau ia dikenal dengan nama kera yang berdiri tegak atau Pithecantropus Erectus Mojokertoensis berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu bersaingan dengan binatang-binatang hutan Lalu ribuan tahun yang telah silam sebelum Kristus lahir, sebelum ada Tarikh Saka dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin nenek moyang bangsa Melayu tiba dengan ratusan perahu ke Nusantara sebagian tinggal menetap sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar Irian dan pulau-pulau Polynesia Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap Alat-alat senjata dari perunggu dan besi serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi memulai kebudayaan di Jawadwipa
Ratusan ribu tahun yang silam manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau ia dikenal dengan nama kera yang berdiri tegak atau Pithecantropus Erectus Mojokertoensis berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu bersaingan dengan binatang-binatang hutan Lalu ribuan tahun yang telah silam sebelum Kristus lahir, sebelum ada Tarikh Saka dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin nenek moyang bangsa Melayu tiba dengan ratusan perahu ke Nusantara sebagian tinggal menetap sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar Irian dan pulau-pulau Polynesia Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap Alat-alat senjata dari perunggu dan besi serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi memulai kebudayaan di Jawadwipa
MISTERI KABUT CARINGIN KURUNG
Buku Babad Misteri Kabut Caringin Kurung I, ditulis oleh Sayyid Faridhal Attros Al Kindhy Asy’ari, antara lain menyebutkan :
1. Bahwa sudah ada kehidupan manusia di Bragananta
(Jawa, Indonesia) semenjak 1 juta tahun sebelum Tarikh Saka. manusia tersebut
mirip kera, akan tetapi makanannya bukan hanya buah-buahanan tapi juga daging
dari hasil buruan. mereka hidup berkelompok dan sangat buas.
Mereka disebut manusia Buncang. Manusia
Buncang tersebut terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama tinggal diatas
pohon-pohon yang tinggi sebagai tempat tinggal (rumah). Mereka berjalan
menggunakan kedua kaki dan tangannya. Kelompok ini dinamakan Kuyang, dan
kelompok kedua tinggal di dalam goa-goa dan dikenal dengan nama Gubang. Kelompok
ini berjalan jinjit. Kedua kelompok manusia purba Buncang ini tidak akur.
2. Sekitar 100.000 tahun sebelum Tarikh Saka
ada manusia hidup di pulau Jawa yang disebut manusia Yaksa (apakah manusia
Yaksa hasil dari evolusi manusia Buncang?). Secara fisik, manusia Yaksa ini
terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama berjalan tegak dengan tinggi
badan kurang lebih seperti manusia sekarang, sekujur badannya ditumbuhi bulu
dengan bercak-bercak putih disekujur badannya. Golongan ini tinggal di daerah Jawa
Barat. Sedang golongan yang kedua berjalan bungkuk dengan tinggi badan lebih
pendek (cebol), sekujur tubuhnya ditumbuhi bulu dengan warna kulit hitam. Golongan
ini tersebar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3. Sekitar 40.000 tahun sebelum Tarikh Saka, terjadi bencana alam besar, dimana terjadi kemarau yang sangat panjang. hal ini mengakibatkan tumbuh-tumbuhan dan binatang banyak yang mati. Begitupun halnya dengan manusia Yaksa, banyak dari mereka yang meninggal karena kelaparan dan saling memakan antar mereka (kanibal) untuk mempertahankan hidup. ditambah lagi dengan pembantaian oleh kaum pendatang Cina terhadap manusia Yaksa selaku manusia pribumi. Pembantaian oleh kaum pendatang Cina ini dipicu oleh keganasan dari manusia Yaksa yang memang sedang kelaparan akibat kemarau panjang. Saat itu manusia Yaksa baru mengenal peradaban batu dan berburu. sedang kaum pendatang Cina sudah mengenal peradaban logam dan bercocok tanam. Sehingga pada saat terjadi perang, maka sudah dipastikan manusia Yaksa mengalami kekalahan. Disamping kalah teknologi, manusia Yaksa juga kalah jumlah (jumlah manusia Yaksa menyusut drastis semenjak bencana alam). Bahkan manusia Yaksa yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur hampir punah. Sisa-sisa dari mereka, lari ke Jawa Barat dan melakukan perkawinan dengan manusia Yaksa Jawa Barat.
4. Sekitar 10.000 tahun sebelum Tarikh Saka,
keturunan dari hasil perkawinan manusia Yaksa Jawa Tengah dan Jawa Barat telah
membuat sebuah komunitas baru yang hidup di pegunungan di Jawa Barat. Mereka
tersisihkan oleh kaum pendatang dari Cina dan India.
5. Sekitar awal abad Tarikh Saka (400-an
sebelum Tarikh Saka), terjadi kematian misterius sejumlah kepala suku serta
kepala keluarga dari kaum pendatang. Hal ini tentu saja menggemparkan kaum
pendatang. karena kaum pendatang tidak memiliki pemimpin dan sebagian besarnya
adalah perempuan dan anak-anak, maka kaum pribumi (manusia Yaksa) mengambil
alih kampong-kampong kaum pendatang. dan semenjak itulah di deklarasikan sebuah
Kerajaan yang dinamakan Kerajaan Caringin Kurung.
Di bawah kepemimpinan Raja Caringin
Kurung I ini mulai terjadi asimilasi budaya dan perkawinan antara kaum pribumi
(manusia Yaksa) dengan kaum pendatang. Kerajaan Caringin Kurung ini berkembang
pesat karena rakyatnya makmur sejahtera dengan wilayah yang subur. Hal ini
mengundang lebih banyak lagi kaum pendatang yang ingin berdagang atau hijrah ke
Kerajaan Caringin Kurung. kaum pendatang ini berasal dari daerah Barat (India)
dan Utara (Cina).
6. Kerajaan Caringin Kurung berdiri
selama 6 abad (abad 4 SM – 2M), dari Raja Caringin Kurung I – Raja Caringin
Kurung XIII.
7. Perhitungan Tarikh Saka ditemukan
oleh Raja Caringin Kurung XI
8. Raja-Raja Caringin Kurung menganut
kepercayaan Animisme, keyakinan terhadap alam makrokosmos dan mikrokosmos yang
dilandasi oleh semangat kebenaran.
9. Bahasa yang digunakan oleh rakyat Caringin
kurung adalah bahasa Karan (nantinya akan bercampur dengan bahasa Sansekerta)
dan huruf yang dipakai adalah aksara Darung (nantinya akan bercampur dengan
huruf Palawa).
10. Luas wilayah kerajaan Caringin Kurung
meliputi ASEAN sekarang ini.
11. Raja Purnawarman (Tarumanagara)
adalah keturunan Raja Caringin Kurung XIII. Raja Mulawarman (Kutai atau
Lunggai) adalah keturunan Raja Caringin Kurung IV.
(Sumber: Babad Misteri
Kabut Caringin Kurung I, oleh: Sayyid Faridhal Attros Al Kindhy Asy’ari)
Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya maka Aji Saka menciptakan sebuah puisi yang jika dibaca menjadi Aksara Jawa hanacaraka. Susunan alfabet aksara Jawa menjadi puisi sekaligus pangram sempurna, yang diterjemahkan sebagai berikut:
AJISAKA
Aji Saka adalah legenda Jawa yang
mengisahkan tentang kedatangan peradaban ke tanah Jawa, dibawa oleh seorang
raja bernama Aji Saka. Kisah ini juga menceritakan mengenai mitos asal-usul
Aksara Jawa.
Asal mula
Disebutkan Aji Saka berasal dari Bumi
Majeti. Bumi Majeti sendiri adalah negeri antah-berantah mitologis, akan tetapi
ada yang menafsirkan bahwa Aji Saka berasal dari Jambudwipa (India) dari suku
Shaka (Scythia), karena itulah ia bernama Aji Saka (Raja Shaka). Legenda ini
melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau
Jawa. Akan tetapi penafsiran lain beranggapan bahwa kata Saka adalah berasal
dari istilah dalam Bahasa Jawa saka atau soko yang berarti penting, pangkal,
atau asal-mula, maka namanya bermakna "raja asal-mula" atau
"raja pertama".
Mitos ini mengisahkan mengenai
kedatangan seorang pahlawan yang membawa peradaban, tata tertib dan keteraturan
ke Jawa dengan mengalahkan raja raksasa jahat yang menguasai pulau ini. Legenda
ini juga menyebutkan bahwa Aji Saka adalah pencipta tarikh Tahun Saka, atau
setidak-tidaknya raja pertama yang menerapkan sistem kalender Hindu di Jawa.
Kerajaan Medang Kamulan mungkin merupakan kerajaan pendahulu atau dikaitkan
dengan Kerajaan Medang dalam catatan sejarah.
Membawa peradaban ke Jawa
Kerajaan yang pertama berdiri di pulau ini adalah
Medang Kamulan, dipimpin oleh raja raksasa bernama Prabu Dewata Cengkar, raja
raksasa yang lalim yang punya kebiasaan memakan manusia dan rakyatnya. Pada suatu hari datanglah seorang
pemuda bijaksana bernama Aji Saka yang berniat melawan kelaliman Prabu Dewata
Cengkar.
Aji Saka berasal Bumi Majeti. Suatu
hari menjelang keberangkatannya ia memberi amanat kepada kedua abdinya yang
bernama Dora dan Sembodo, bahwa ia akan berangkat ke Jawa. Ia berpesan bahwa
saat ia pergi mereka berdua harus menjaga pusaka milik Aji Saka. Tidak ada
seorangpun yang boleh mengambil pusaka itu selain Aji Saka sendiri. Setelah
tiba di Jawa, Aji Saka menuju ke pedalaman tempat ibu kota Kerajaan Medang
Kamulan. Ia kemudian menantang Dewata Cengkar bertarung. Setelah pertarungan
yang sengit, Aji Saka akhirnya berhasil mendorong Prabu Dewata Cengkar ke laut
Selatan (Samudra Hindia). Maka Aji Saka naik takhta sebagai raja
Medang Kamulan.
Asal mula aksara Jawa
Sementara setelah Aji Saka memerintah
di Medang Kamulan, Aji Saka mengirim utusan pulang ke rumahnya di Bumi Majeti
untuk mengabarkan kepada abdinya yang setia Dora and Sembodo, untuk mengantarkan
pusakanya ke Jawa. Utusan itu bertemu Dora dan
mengabarkan pesan Aji Saka. Maka Dora pun mendatangi Sembodo untuk
memberitahukan perintah Aji Saka.
Sembodo menolak memberikan pusaka itu
karena ia ingat pesan Aji Saka: tidak ada seorangpun kecuali Aji Saka sendiri
yang boleh mengambil pusaka itu. Dora dan Sembodo saling mencurigai bahwa
masing-masing pihak ingin mencuri pusaka tersebut. Alhirnya mereka bertarung,
dan karena kedigjayaan keduanya sama maka mereka sama-sama mati.
Aji Saka heran mengapa pusaka itu
setelah sekian lama belum datang juga, maka ia pun pulang ke Bumi Majeti. Aji
saka terkejut menemukan mayat kedua abdi setianya dan akhirnya menyadari
kesalahpahaman antara keduanya berujung kepada tragedi ini.
Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya maka Aji Saka menciptakan sebuah puisi yang jika dibaca menjadi Aksara Jawa hanacaraka. Susunan alfabet aksara Jawa menjadi puisi sekaligus pangram sempurna, yang diterjemahkan sebagai berikut:
Hana caraka: Ada dua utusan
Data sawala: Yang saling berselisih
Padha jayanya: (Mereka) sama jayanya
(dalam perkelahian)
Maga bathanga: Inilah mayat (mereka).