Kerajaan Majapahit (sambungan)


                                              

Selain sebagai seorang negarawan, Gajah mada terkenal pula sebagai ahli hukum.
Kitab hukum yang ia susun sebagai dasar hukum di Majapahit adalah Kutaramanawa, yang merupakan penyempurnaan dari Kitab Hukum Kutarasastra (lebih tua) dan Kitab Hukum Hindu Manawasastra, serta disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku.

Gajah Mada meninggal pada tahun 1364, dan digantikan oleh 4 (empat) orang Menteri yang berfungsi untuk mengekalkan Negara dan meningkatkan kemakmuran rakyat serta keamanan daerah.

Beberapa hasil semasa Hayam Wuruk antara lain:

* Pemeliharaan tempat-tempat penyeberangan melintasi bengawan Solo dan Brantas;
* Perbaikan bendungan Kali Konto (sebelah timur Kadiri);
* Memperindah Candi untuk Tribhuwanottunggadewi di Panggih;
* Perbaikan dan perluasan tempat suci Palah (Panataran);
* Penyempurnaan Candi Jabung dekat Kraksaan (1354);
* Membuat Candi Surawana dan Candi Tigawangi di dekat Kadiri (1365);
* Membuat Candi Pari ( dekat Porong ) bercorak dari Campa di tahun 1371;
* Kitab Nagarakrtagama yang merupakan kitab sejarah Singhasari dan Majapahit, dihimpun oleh
         Mpu Prapanca di tahun 1365;
* Cerita-cerita Arjunawijaya dan Sutasoma oleh Tantular;
* Hancurnya Kerajaan Sriwijaya pada tahun 1377, oleh serangan Majapahit.




Hayam Wuruk wafat pada tahun 1369, dan dimuliakan di Tayung ( daerah Brebek Kediri ), ia kemudian digantikan oleh keponakannya, Wikramawardhana, suami dari anak perempuannya, Kusumawarddhani. 
Sedangkan anak Hayam Wuruk dari isteri bukan permaisuri, Bhre Wirabhumi, diberi pemerintahan di ujung Jawa Timur.

Wikramawardhana ( 1369-1428 ) dan Wirabhumi di tahun 1401-1406 berebut kekuasaan, yang dikenal dengan Perang Paregreg, dimana Wirabhumi tewas terbunuh. 
Disini Tiongkok mengetahui bahwa perang saudara tersebut telah melemahkan Majapahit, dan berusaha memikat daerah-daerah luar Jawa untuk mengakui kedaulatannya. 


Misalnya Kalimantan Barat yang pada tahun 1368 telah diganggu oleh Bajak Laut dari Sulu sebagai alat dari Kaisar Tiongkok, karena Sulu sejak tahun 1405 telah tunduk kepada Tiongkok. 
Juga Kerajaan Palembang dan Kerajaan Malayu di tahun yang sama, telah mengarahkan pandangannya ke Tiongkok dengan tidak menghiraukan Majapahit. 
Malaka sebagai pelabuhan dan kota dagang penting, yang beragama Islam ( 1400 ), telah menganggap Majapahit sudah hilang. Demikian pula daerah-daerah lainnya yang dalam kesehariannya tidak banyak berhubungan dengan pusat. 

Sehingga saat Wikramawardhana meninggal pada tahun 1428, kebesaran Kerajaan Majapahit  sudah tidak ada lagi. 
Dalam bukunya yang berjudul Ying-Yai Sheng-Lan, Ma Huan saat mengiringi Cheng-Ho ( utusan kaisar Tiongkok ke Jawa ) dalam perjalananya yang ketiga ke daerah-daerah Lautan Selatan, menuliskan antara lain :

* Kota Majapahit dikelilingi tembok tinggi yang dibuat dari bata;
* Penduduknya kira-kira 300.000 keluarga;
* Rakyat memakai kain dan baju;
* Laki-laki mulai memakai keris yang hulunya indah sekali dan terbuat dari emas, cula badak atau gading;
* Para pria jika bertengkar dalam waktu singkat siap dengan kerisnya;
* Biasa memakan sirih;
* Para pria pada setiap perayaan mengadakan perang-perangan dengan tombak bambu;
* Munculnya pertunjukan wayang beber (di atas sehelai kain, dibentangkan antara dua bilah kayu, Dalang);
* Penduduk terdiri dari 3 (tiga) golongan, orang-orang Islam yang datang dari barat dan memperoleh penghidupan di ibukota, orang-orang Tionghoa yang banyak pula beragama Islam, dan rakyat selebihnya yang menyembah berhala dan tinggal bersama anjing mereka.

Setelah wafatnya Wikramawardhana di tahun 1429, hingga tahun 1522 tidak banyak diketahui tentang Majapahit, sedangkan keterangan dari Pararaton sangat kacau. 
Yang nyata, Bintang Majapahit yang sebelumnya telah mempersatukan Nusantara sudah meredup dan suram, yang ditandai dengan perang saudara antar keluarga Raja, hilangnya kekuasaan pusat di daerah, dan adanya penyebaran agama Islam yang sejak sekitar tahun 1400 berpusat di Malaka, disertai timbulnya kerajaan-kerajaan Islam yang menentang kedaulatan Majapahit.



Setelah wafatnya Wikramawardhana, pemerintahan dilanjutkan oleh anak perempuannya bernama Suhita (1429-1447), dimana ibunya adalah anak dari Wirabhumi. 
Masa pemerintahannya ditandai dengan berkuasanya kembali anasir-anasir Indonesia, antara lain didirikannya berbagai tempat pemujaan dengan bangunan-bangunan yang disusun sebagai punden berundak-undak di lereng-lereng gunung ( misalnya Candi Sukuh dan Candi Ceta di lereng gunung Lawu). 
Selain itu terdapat pula batu-batu untuk persajian, tugu-tugu batu seperti menhir, gambar-gambar binatang ajaib yang memiliki arti sebagai lambang tenaga gaib, dan lain-lain.

Suhita digantikan oleh adik tirinya, Kertawijaya (1447-1451). Setelah pemrintahan Kertawijaya di tahun 1451, sejarah pergantian Raja-Rajanya Majapahit tidak dapat diketahui dengan pasti. 

Dari Kitab Pararaton disebutkan bahwa Raja Suwardhan menggantikan Kertawijaya, tetapi ia ber-Karaton di Kahuripan dari tahun 1451 sampai 1453. 
Setelah tiga tahun tanpa Raja, lalu dilanjutkan oleh Bre Wengker ( 1456-1466 ) bergelar Hyang Purwawisesa. Di tahun 1466 ia digantikan oleh Bhre Pandansalas yang nama aslinya Suraprabhawa dan bernama resmi Singhawikramawardhana, ber-Karaton di Tumapel selama 2 (dua) tahun. 

Pada tahun 1468 Singhawikramawardhana terdesak oleh Kertabhumi ( anak bungsu Rajasawardhana ), Kertabhumi kemudian berkuasa di Majapahit. Sedangkan Singhawikramawardhana memindahkan kekuasaannya ke Daha, dimana ia wafat di tahun 1474.

Di Daha Singhawikramawardhana digantikan oleh anaknya, Ranawijaya yang bergelar Bhatara Prabu Girindrawardhana, yang berhasil menaklukan Kertabhumi dan merebut kembali Majapahit pada tahun 1474. Menurut Prasastinya di tahun 1486 ia menamakan dirinya Raja Wilwatika Daha Janggala Kadiri, namun kapan berakhirnya memerintah tidak diketahui. 

Demikian sejarah Majapahit semakin gelap, kecuali beberapa catatan dari Portugis bahwa Majapahit di tahun 1522 masih berdiri dan beberapa tahun kemudian kekuasaannya berpindah ke Kerajaan Islam di Demak.

Selain Majapahit masih ada Kerajaan-Kerajaan yang bercorak ke Hinduan Majapahit yaitu Kerajaan Pajajaran. Namun pada akhirnya ditundukkan oleh Sultan Yusuf dari Banten pada tahun 1579, dan Kerajaan Balambangan pada tahun 1639 ditundukkan oleh Sultan Agung dari Mataram. 
Hingga saat ini masyarakat di pegunungan Tengger masih mempertahankan corak Hindu dengan memuja Brahma, dan Bali masih mempertahankan kebudayaan lama Majapahit.


Penerus Majapahit tidak diketahui secara jelas. Namun salah satu Putera Brawijaya V bernama Raden Patah atau Jin Bun, berkedudukan sebagi Bupati Demak.
Brawijaya V mengundurkan diri dari tahtanya dan mukso ke Gunung Lawu, bersama pengikut setianya yaitu Sabdapalon dan Noyogenggong.